Mataku tak bisa lepas darinya. Ketika musik menghentak, seketika tubuh dan sikapnya berubah. Ia tidak lenyap dalam melodi dan ketukan. Ia menjadi satu dengannya dan membuat semua lidah berdecak, seruan kagum bertebaran, dan aku? 

Aku berdiri di sana dengan mulut terbuka.

Bagaimana bisa gerak manusia selentur namun juga setajam itu? Ketika alunan musik melembut, ia bergerak bagai air dan gemulai, namun tidak seperti gemulai perempuan. Ketika perkusi berdebam, kepala, bahu dan lengannya bergerak cepat dan tajam mengikuti patahan iramanya. 

Di antara sepuluh penari di atas panggung yang nyaris menyamai lapangan sepak bola itu, ia seolah penari tunggal, lainnya figuran. Matanya tajam dan tak sekalipun melirik rekan penari lain. Seolah mengatakan aku tahu diriku, keinginanku, tarianku. Kadang matanya terpejam, kadang memicing, kadang lurus ke depan. Dari awal hingga akhir lagu ia tak sekalipun tersenyum, namun rasa yang ada di dalam dirinya menguar tanpa lawan, menyentuh hati ribuan pasang mata yang menyaksikan seorang penari kelas dunia.

Dan aku, saat itu baru 10 tahun, tak kuasa menahan air mata.

#yaklatihanjuga